Jakarta-passNews.ID| Dalam rangka Hari Dharma Karya Dhika (HDKD) Ke-78 Tahun 2023, Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM menyelenggarakan Seminar Nasional bertema “Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, senin (24/7/2023).
Kegiatan ini dimaksudkan selain sebagai wadah sosialisasi kebijakan Pemerintah khususnya tentang KUHP baru kepada masyarakat, juga sebagai bentuk identifikasi isu, permasalahan serta kebutuhan atas pengaturan konsep “hukum yang hidup di dalam masyarakat”.
Hal ini dimaksud agar Pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM dapat menjaring masukan dari berbagai pihak atas materi muatan yang perlu dimuat pada Peraturan Pemerintah (PP) yang akan dibuat tentang Tata Cara dan Kriteria Penetapan Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kegiatan ini menghadirkan 5 (lima) Narasumber diantaranya adalah Prof. Dr. Edward O.S. Hiariej. S.H., M.Hum., Wakil Menteri Hukum dan HAM, sebagai keynote speech yang menyampaikan materi tentang Politik Hukum dan Arah Pengaturan Hukum Adat dalam KUHP.
Selain itu kegiatan ini juga menghadirkan narasumber eksternal lainnya seperti Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, yang memaparkan mengenai Pluralisme Hukum Hukum Positif dan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat.
Dr. H. Prim Haryadi, S.H., M.H., Hakim Agung Mahkamah Agung RI, yang memaparkan tentang Tantangan Penerapan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat dalam Penegakan Hukum.
Ferry Fathurokhman, S.H., M.H., Ph.D., Dosen Bidang Hukum Pidana (Pidana Adat) Universitas Sultan Agung Tirtayasa yang menyampaikan tentang Strategi Inklusi Hukum Adat ke dalam Hukum Pidana Nasional.
Erasmus A Napitupulu, S.H., Direktur Eksekutif Institure for Criminal Justice Reform (ICJR) yang menyampaikan tentang Pembaharuan Hukum Pidana dalam Konstruksi Formalisasi Hukum yang Hidup dalam Masyarakat.
Pada kesempatan ini peserta adalah semua pihak yang berkaitan dengan proses pembentukan tentang Tata Cara dan Kriteria Penetapan Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat, baik dari kementerian/lembaga; organisasi nonpemerintah; akademisi, serta masyarakat umum.
Dr. Y. Ambeg Paramarta, Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI mengungkapkan seminar nasional bertajuk “Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup dalam Masyarakat Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP” ini sesuai tema Hari Dharma Karya Dhika (HDKD) ke-78, “Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Semakin Berkualitas Untuk Indonesia Maju”.
“Salah satu kemajuan atau pencapain yang telah diraih di bidang hukum dan HAM adalah ditetapkannya dan diundangkannya UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana atau disebut KUHP,” ucap Dr. Y. Ambeg Paramarta.
Beberapa hal perlu disiapkan sebelum pemberlakuan UU ini, termasuk salah satu PP yang diamanatkan dalam Pasal 2 tentang “Hukum yang Hidup dalam Masyarakat”.
Dikatakan Ambeg Paramarta, tujuan seminar ini adalah Sosialisasi UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang akan diundangkan pada tahun 2026 mendarang; dan mengidentifikasi kebutuhan substansi dan materi muatan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat sebagai bahan rekomendasi kebijakan dalam pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) tentang tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Dengan seminar ini diharapkan terinventarisasi sumbang pemikiran dalam rangka pembentukan PP tentang tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat, yang nantinya akan menjadi pedoman/acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun Peraturan Daerah terkait hukum yang hidup dalam masyarakat.
Kemudian tujuan lainnya ialah menjadi pemicu bagi pihak pihak terkait untuk melakukan diskusi lanjutan yang bertujuan untuk merumuskan materi muatan dalam PP ini.
Dalam kesempatan membuka acara secara daring, Menteri Hukum dan HAM Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D., mengungkapkan bahwa KUHP baru adalah karya pemikiran anak bangsa yang harus diapresiasi.
“KUHP baru adalah karya pemikiran anak bangsa yang harus diapresiasi, untuk menyempurnakan KUHP produk kolonial yang sudah tidak relevan,” kata Yasonna.
Sebagaimana diketahui, KUHP saat ini tidak mengenal hukum pidana adat, meski di banyak tempat masih hidup pidana adat. Kini, dalam draft RUU KUHP, hukum pidana adat diakui sebagai salah satu sumber hukum negara sehingga bisa menjadi sumber hukum positif. Pengakuan itu tertulis tegas dalam Pasal 2 RUU KUHPKUHP (Agus Wiebowo)